Selamat Datang di ranah PZW Ciamis

Kami siap menampilkan informasi seputar Zakat dan Wakaf di Kabupaten Ciamis

Minggu, 18 April 2010

Dampak Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Terhadap Kehidupan Keagamaan

Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi adalah lapangan kegiatan yang terus menerus dikembangkan karena diakui mempunyai manfaat sebagai penunjang kehidupan manusia. Berkat ilmu pengetahuan dan teknologi banyak segi kehidupan itu menjadi mudah. Contoh paling sederhana, dahulu untuk mengetahui waktu shalat seorang muslim mesti melihat kedudukan matahari langsung dengan mata kepala. Sekarang cukup dengan melirik arloji yang melekat di pergelangan tangannya. Dahulu muslim Indonesia untuk melakukan ibadah haji ke Mekkah membutuhkan waktu berbulan-bulan, tetapi sekarang setelah ditemukan kapal udara perjalanan itu dapat dipersingkat, sehingga ibadah haji bisa dilakukan dengan waktu beberapa hari saja.
Pertanyaan kita adalah, apakah dengan aneka kemudahan yang ditawarkan oleh kemajuan iptek tersebut berdampak positif bagi peningkatan kualitas kehidupan keagamaan, atau malah sebaliknya; apakah perkembangan yang melejit dan deras dari saintek tersebut sudah diimbangi oleh kesiapan mental kita untuk menerimanya atau menolaknya, membelinya dan menggunakannya untuk memperlancar ibadah kita kepada Allah, untuk pembangunan, meningkatkan derajat, harkat dan martabat bangsa; apa saja yang harus kita lakukan untuk menyikapi derasnya kemajuan teknologi tersebut.

Masalah 1 : Kolonialisme Teknologi
Kita menyaksikan saintek yang canggih itu telah berkembang menjadi komoditas yang dijualbelikan. Mulai dari satelit, laser, dan nuklir sampai ke berbagai macam bank; ada bank uang, bank mata, bank sperma, bank ginjal, bank darah, sampai ke bank data-info; tranfusi darah, transplantasi jantung-ginjal-cornea-alat tubuh lainnya; bayi tabung; robot dan komputer dan segala macam teknologi keras maupun teknologi lunak dengan tingkat efesiensi dan presisi tinggi, termasuk teknologi perekayasaan keturunan (genetic engineering), kini sedang melanda umat manusia di dunia. Kita kini sedang mengalami masa-masa kolonialisme teknologi.
Berbeda dengan kolonialisme politik, kolonialisme teknologi jauh lebih culas (A.M. Saefuddin, “Akhlak dan Teknologi”, Bulletin Dakwah No. 6 dan 7/XII/1985, DDII, Jakarta). Culasnya kolonialisme teknologi antara lain bisa kita lihat di saat setelah peneliti sains memiliki kemampuan untuk menciptakan bentuk kehidupan baru lewat rekayasa genetika, pada April 1987 Kantor Hak Cipta Amerika Serikat mengumumkan bahwa organisme hidup ini – termasuk binatang – dapat diberikan hak paten. Memang terjadi perdebatan atas keputusan ini, tapi tak sedikit pula ilmuwan yang menganggap hal ini wajar-wajar saja (Haidar Bagir; Pengantar dalam Mahdi Ghulsyani, 1991 : 9). Kalau memang manusia telah mampu menciptakan suatu organisme hidup yang baru, lalu di manakah peran Sang Pencipta ? ini bisa memaksa manusia mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting lainnya yang sudah keluar dari lingkup sains.


Masalah 2 : Imperialisme Epistemologi
Di balik kemudahan-kemudahan akibat kemajuan sains dan teknologi, ada dampak yang tak terlihat, di antaranya pada pola pikir manusia – dan pada gilirannya tentu saja pada perilakunya. Ini tampak pada dominasi rasionalisme dan empirisme – pilar utama metode keilmuan (scientific method) – dalam penilaian manusia atas realitas-realitas; baik realitas sosial, individual, bahkan juga keagamaan.
Herman Kahn mengistilahkan, bahwa kemajuan sains dan teknologi menyebabkan meningkatnya kecenderungan-kecenderungan budaya inderawi, yaitu sesuatu yang bersifat empiris, duniawi, sekular, humanistik, pragmatis, utilitarian, dan hedonistik (Dikutip dari Ziauddin Sardar, 1988:102)
Perubahan paling besar yang terjadi pada manusia modern mungkin adalah yang menyangkut rasionalisme dan empirisme. Karena pengaruh ini, realitas yang dianggap nyata adalah yang tampak secara empiris atau yang bisa dipikirkan secara rasional. Selain itu – termasuk agama - adalah tak nyata, hanya mitos, obsesi, atau khayalan belaka. (A.B. Shah;1987.)
Dampak sains dan teknologi terhadap perilaku masyarakat telah menjadi realitas keseharian dalam kehidupan manusia. Hampir di seluruh negara Dunia Ketiga- termasuk negara-negara Muslim – kebijaksanaan pembangunan yang dipilih adalah meniru model pembangunan negara maju, yang juga melibatkan impor sains dan teknologi beserta nilai-nilai dibelakangnya,
Di balik kemudahan-kemudahan yang kita rasakan, Ilmu Pengetahuan (sains) dan Teknologi benar-benar berdampak buruk bagi kehidupan keagamaan mannusia. Ia telah melakukan imperialisme epistemologis seperti yang digambarkan oleh Ziauddin Sardar. Epistemologi peradaban Barat kini telah menjadi suatu cara pemikiran dan pencarian yang dominan dengan mengesampingkan cara-cara pengetahuan alternatif lainnya.
Jadi, semua masyarakat Muslim, dan bahkan sesungguhnya seluruh planet ini, dibentuk dengan citra manusia Barat (Ziauddin Sardar : 1987). Ini telah berlangsung sejak lebih dari 300 tahun yang lalu, dan tampaknya akan terus berlangsung, kecuali jika mampu diciptakan epistemologi alternatif.

Tafakkur dan Taskhir : Sebuah Alternatif
Upaya umat Muslim untuk memahami, memikirkan, dan mengelola alam, baik fisis, biologis, ekonomis, maupun sosial sebenarnya telah dirintis oleh ulama pada Zaman Keemasan Islam selama 350 tahuun (abad 8 – 11 M), yakni para ulama yang memiliki wawasan agama, filsafat, dan ilmu dalam satau kesatuan utuh (Tb. Bacchtiar Rifa’I ; 1983). Upaya ini masih terus dikembangkan dan diperbaiki oleh Ilmuwan Muslim menuju sasaran ganda, yakni tafakkur (ilmu pengetahuan, science) dan taskhir (teknologi) yang makin hari makin modern.
Dalam kalangan Muslim baru Prof. Abdussalam yang memenangkan hadiah Nobel Fisika pada tahun 1979. Rangsangan-rangsangan dari ayat qurani dan ayat kauni baru tertangkap oleh kita secara verbalistis, belum ditekuni secara empiris. Daya jangkau para ulama (kiyai), ilmuwan Islam, dan sendikiawan Muslim terhadap ayat qurani dan ayat kauni maih rendah secara gradual karena berbagai alasan
Karena itulah Tafakkur dan Taskhir perlu terus dikembangkan, sebagai upaya memahami dan mengambil manfaat dari alam sesuai dengan rangsangan yang diberikan Allah melalui petunjuk-Nya yaitu Al-Quran dengan memakai analisis sains modern yang terlebih dahulu di pelajari sejarah dan filsafat ilmunya agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak Islami.
Bagi Ilmuwan Muslim upaya ini adalah suatu keharusan, karena ketika sains modern berada dalam masyarakat yang Islami, maka fungsinya termodifikasi, sehingga dapat dipergunakan untuk melayani kebutuhan dan cita-sita Islam. (Ziauddin Sardar, 1987 : 172)

Desakralisasi dan Desekularisasi : Pembuktian Integrasi Ilmu dan Iman

Kesadaran terhadap kebuntuan yang terefleksi pada tak bermaknanya perkembangan budaya dewasa ini telah mendorong para cendikiawan Muslim yang memperoleh pendidikan “sekuler”, baik di Barat maupun di Timur, untuk melakukan peninjauan kembali pemikirannya tentang fenomena alam semesta. Kelelahan Intelektual yang berbarengan dengan Obsesi Intelektual pun telah mulai menumbuhkan kesadaran terhadap keperluan untuk meninjau kembali jalan pikiran manusia abad saintek ini.
Di pihak lain kita menjumpai pula perkembangan kecenderungan adanya kelelahan kesantrian ke arah pemikiran yang berubah drastis, dari yang bersifat normatif menuju kepada yang bersifat positif pragmatis.
Pihak yang pertama menumbuhkan gerakan desekularisasi, sedangkan pihaklainnya mengembangkan desakralisasi. Gerakan desekularisasi kita kenal dengan slogannya antara lain; Islamisasi Iptek (Saintek), Islamisasi Pemikiran. Dan di dalam waktu yang sama, gerakan desakralisasi menggaungkan parole antara lain; saintifikasi Islam, Sekularisasi Islam.
Sekarang kita menjumpai dua kubu pemikiran tersebut : desekularisasi pada kubu “umum” dan desakralisasi pada kubu “agama” yang keduanya bergerak dan digerakkan oleh cendikiawan Muslim. Hal ini muncul ke permukaan akibat dari sistem budaya dan sistem pendidikan yang dikotomis, yang memisahkan ilmu dari iman atau sebaliknya, yang memisahkan ilmu agama atau ilmu akhirat dari ilmu umum atau ilmu dunia dan sebaliknya.
Isolasi dan kontroversi antara kubu agamawan dan Ilmuwan tampaknya terjadi karena adanya kerancuan konsep nilai, teori, atau paradigma ilmu di kalangan para ahli kontemporer ((Lihat H.A.M. Saefuddin, Pengantar; dalam Yusuf Al-Qardlawi, “Metode dan Etika Pengembangan Ilmu”, Rosda 1989 : ix).
Integrasi kedua kubu pemikiran intelektual yang ishlah (modern) insya Allah mampu menjadi modal untuk melakukan perubahan, perbaikan, penyegaran, dan mengatur kembali kehidupan sosial ekonomi yang berdampak pada perbaikan kehidupan keagamaan umat..
Tinjauan kritis terhadap modernisasi Islami hendaknya kita lakukan terus-menerus sehingga Islam menjadi agama yang hidup, dan umat Muslim menjadi penerang bagi semesta alam. Adakah di antara kita yang memiliki harapan untuk menjadi Mujaddid di bidang intelektual dan sosial ? Untuk itu, umat Islam diingatkan oleh Hadits Nabi Muhammad sebagai berikut :” Allah mengirimkan pada akhir tiap abad, seorang laki-laki kepada umat-Nya untuk menyegarkan agama-Nya dan mengaturnya kembali” (HR. Abu Hurairah). Dan Firman-Nya dalam Al-Quran Surat Al-Maidah: 3 yang artinya, “ Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku”.
Penutup
Masyarakat dan bangsa-bangsa penganut materialisme-kapitalisme dan materialisme-komunisme/sosialisme telah mentakan kegagalannya dalam modernisasi kehidupan ; mereka gagal dan tak berani mempersatukan kedua bagian wujud insan, yakni gumpalan tanah liat dan tiupan roh. Mereka telah sadar akan penderitaannya akibat percobaan pahit dari modernisasi materialisme selama lebih dari dua abad terakhir ini. Kini mereka mengintip, mulai menengok Islam, dan meminta bantuan pada umat Islam. Dan untuk itulah kita sekarang memerlukan laki-laki yang Mujaddid yang memimpin Ilmu Pengetahuan, perubahan, perbaikan, penyegaran, dan pelurusan kembali kehidupan umat menurut Al-Islam.

wallahu a'lam. (by : wahyupenamasciamis)

Daftar Bacaan

Depag RI, 1987 Quran dan Terjemahnya
A.B. Shah, 1987 Metodologi Ilmu Pengetahuan, Yayasan Obor
H.A.M. Saefuddin, 1989 Pengantar; dalam Yusuf Qardlawi,“Metode dan Etika
Pengembangan Ilmu”, Rosda Bandung
______________, 1985. Akhlak dan Teknologi. Bulettin Dakwah DDI. Jakarta
Ziauddin Sardar, 1987. Masa Depan Islam, Pustaka Salman Bandung

Tafsir "Iyyaka Na'budu"

بحر العلوم للسمرقندي - (ج 1 / ص 4)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
قوله تعالى : { إِيَّاكَ نَعْبُدُ } هو تعليم؛ علم المؤمنين كيف يقولون ، إذا قاموا بين يديه في الصلاة ، فأمرهم بأن يذكروا عبوديتهم وضعفهم ، حتى يوفقهم ويعينهم فقال { إِيَّاكَ نَعْبُدُ } أي نوحد ونطيع . وقال بعضهم { إِيَّاكَ نَعْبُدُ } يعني إياك نطيع طاعة نخضع فيها لك . وقوله تعالى : { وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } يقول : بك نستوثق على عبادتك وقضاء الحقوق . وفي هذا دليل على أن الكلام قد يكون بعضه على وجه المغايبة وبعضه على وجه المخاطبة ، لأنه افتتح السورة بلفظ المغايبة وهو قوله : { الحمد للَّهِ } ثم ذكر بلفظ المخاطبة ، فقال : { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } ؛ وهذا كما قال في آية أخرى { هُوَ الذى يُسَيِّرُكُمْ فِى البر والبحر حتى إِذَا كُنتُمْ فِى الفلك وَجَرَيْنَ بِهِم بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُواْ بِهَا جَآءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَآءَهُمُ الموج مِن كُلِّ مَكَانٍ وظنوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُاْ الله مُخْلِصِينَ لَهُ الدين لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا مِنْ هذه لَنَكُونَنَّ مِنَ الشاكرين } {صلى الله عليه وسلم}[يونس : 22] فذكر بلفظ المخاطبة، ثم قال :{ هُوَ الذى يُسَيِّرُكُمْ فِى البر والبحر حتى إِذَا كُنتُمْ فِى الفلك وَجَرَيْنَ بِهِم بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُواْ بِهَا جَآءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَآءَهُمُ الموج مِن كُلِّ مَكَانٍ وظنوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُاْ الله مُخْلِصِينَ لَهُ الدين لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا مِنْ هذه لَنَكُونَنَّ مِنَ الشاكرين} [ يونس : 22 ] هذا ذكر على المغايبة؛ ومثل هذا في القرآن كثير .
قوله تعالى : { اهدنا الصراط المستقيم } رويت القراءتان عن ابن كثير أنه قرأ «السراط» بالسين ، وروي عن حمزة أنه قرأ بالزاي ، وقرأ الباقون بالصاد؛ وكل ذلك جائز ، لأن مخرج السين والصاد واحد ، وكذلك الزاي مخرجه منهما قريب ، والقراءة المعروفة بالصاد قال ابن عباس رضي الله عنهما : { اهدنا } يعني أرشدنا ، { الصراط المستقيم } وهو الإسلام فإن قيل : أليس هو الطريق المستقيم؟ وهو الإسلام فما معنى السؤال؟ قيل له : الصراط المستقيم ، هو الذي ينتهي بصاحبه إلى المقصود . فإنما يسأل العبد ربه أن يرشده إلى الثبات على الطريق الذي ينتهي به إلى المقصود ، ويعصمه من السبل المتفرقة . وقد روي عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه أنه قال : خط لي رسول الله صلى الله عليه وسلم خطاً مستقيماً ، وخط بجنبه خطوطاً ، ثم قال : إن هذا الصراط المستقيم وهذه السبل ، وعلى رأس كل طريق شيطان يدعو إليه ويقول : هلم إلى الطريق . وفي هذا نزلت هذه الآية { وَأَنَّ هذا صراطي مُسْتَقِيمًا فاتبعوه وَلاَ تَتَّبِعُواْ السبل فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذلكم وصاكم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ } [ الأنعام : 153 ] فلهذا قال : اهدنا الصراط المستقيم واعصمنا من السبل المتفرقة . قال الكلبي : أمتنا على دين الإسلام .
وروي عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه أنه قال : { اهدنا الصراط المستقيم } يعني ثبتنا عليه . ومعنى قول علي : ثبتنا عليه . يعني احفظ قلوبنا على ذلك ، ولا تقلبها بمعصيتنا . وهذا موافق لقول الله تعالى : { لِّيَغْفِرَ لَكَ الله مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صراطا مُّسْتَقِيماً } [ الفتح : 2 ] فكذلك هاهنا .
قوله تعالى : { صِرَاطَ الذين أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ } يعني طريق الذين مننت عليهم ، فحفظت قلوبهم على الإسلام حتى ماتوا عليه . وهم أنبياؤه وأصفياؤه وأولياؤه . فامنن علينا كما مننت عليهم .



أخبرنا الفقيه ، أبو جعفر قال : حدثنا أبو بكر ، أحمد بن محمد بن سهل ، القاضي قال : حدثنا أحمد بن جرير قال : حدثنا عمر بن إسماعيل بن مجالد قال : حدثنا هشام بن القاسم قال : حدثنا حمزة بن المغيرة ، عن عاصم ، عن أبي العالية في قوله تعالى : { اهدنا الصراط المستقيم * صِرَاطَ الذين أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ } قال : هو النبي عليه السلام وصاحباه من بعده أبو بكر وعمر رضي الله عنهما قال عاصم : فذكرت ذلك للحسن البصري فقال : صدق والله أبو العالية ونصح .
وقوله تعالى : { غَيْرِ المغضوب عَلَيْهِمْ } أي غير طريق اليهود . يقول : لا تخذلنا بمعصيتنا ، كما خذلت اليهود فلم تحفظ قلوبهم ، حتى تركوا الإسلام .
{ وَلاَ الضالين } يعني ولا النصارى ، لم تحفظ قلوبهم وخذلتهم بمعصيتهم حتى تنصروا . وقد أجمع المفسرون أن المغضوب عليهم أراد به اليهود ، والضالين أراد به النصارى ، فإن قيل : أليس النصارى من المغضوب عليهم؟ واليهود أيضاً من الضالين؟ فكيف صرف المغضوب إلى اليهود ، وصرف الضالين إلى النصارى؟ قيل له : إنّما عرف ذلك بالخبر واستدلالاً بالآية . فأما الخبر ، فما روي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أن رجلاً سأله وهو بوادي القرى : من المغضوب عليهم؟ قال : اليهود قال : ومن الضالين؟ فقال : النصارى؛ وأما الآية ، فلأن الله تعالى قال في قصة اليهود : { بِئْسَمَا اشتروا بِهِ أَنفُسَهُمْ أَن يَكْفُرُواْ بِمَآ أنزَلَ الله بَغْيًا أَن يُنَزِّلُ الله مِن فَضْلِهِ على مَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ فَبَآءُو بِغَضَبٍ على غَضَبٍ وللكافرين عَذَابٌ مُّهِينٌ } [ البقرة : 90 ] وقال تعالى في قصة النصارى : { قُلْ يَأَهْلَ الكتاب لاَ تَغْلُواْ فِى دِينِكُمْ غَيْرَ الحق وَلاَ تتبعوا أَهْوَآءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّواْ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّواْ كَثِيراً وَضَلُّواْ عَن سَوَآءِ السبيل }[ المائدة : 77 ] .
«آمين» ليس من السورة . ولكن روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يقوله ويأمر به ، ومعناه ما قال ابن عباس : يعني كذلك يكون . وروي عن مجاهد أنه قال : هو اسم من أسماء الله تعالى ويكون معناه : يا الله استجب دعاءنا . وقال بعضهم : هي لغة بالسريانية . وروي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : مَا حَسَدَتْكُمْ اليَهُودُ فِي شَيْءٍ ، كَحَسَدِهِمْ فِي «آمين» خَاتَمِ رَبِّ العَالَمِينَ ، يَخْتِمُ بِهِ دُعَاءَ عِبَادِهِ المُؤْمِنِينَ . وقال مقاتل : هو قوة للدعاء واستنزال للرحمة . وروى الكلبي ، عن أبي صالح ، عن ابن عباس رضي الله عنهما : سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم ما معنى آمين؟ قال : رَبِّ افْعَلْ . ويقال : فيه لغتان «أمين» بغير مد ، و«آمين» بالمد ، ومعناهما واحد ، وقد جاء في أشعارهم كلا الوجهين . قال القائل :
تَبَاعَدَ عَنِّي فُطْحُلٌ إِذْ دَعَوْتُه ... آمِينَ فَزَادَ الله مَا بَيْنَنَا بُعْدَا
وقال الآخر :
يَا رَبِّ لا تَسْلُبَنِّي حُبَّهَا أَبَدَا ... وَيَرْحَمُ الله عَبْداً قَالَ : آمِينَا
وصلى الله على سيدنا محمد .







تفسير ابن كثير –
{ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) } .
العبادة في اللغة من الذلة، يقال: طريق مُعَبّد، وبعير مُعَبّد، أي: مذلل، وفي الشرع: عبارة عما يجمع كمال المحبة والخضوع والخوف. وقدم المفعول وهو { إياك }، وكرر؛ للاهتمام والحصر، أي: لا نعبد إلا إياك، ولا نتوكل إلا عليك، وهذا هو كمال الطاعة. والدين يرجع كله إلى هذين المعنيين، وهذا كما قال بعض السلف: الفاتحة سر القرآن، وسرها هذه الكلمة: { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } [الفاتحة: 5] فالأول تبرؤ من الشرك، والثاني تبرؤ من الحول والقوة، والتفويض إلى الله عز وجل. وهذا المعنى في غير آية من القرآن، كما قال تعالى: { فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ } [هود: 123] { قُلْ هُوَ الرَّحْمَنُ آمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا} [الملك: 29] { رَبَّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا} [المزمل: 9]، وكذلك هذه الآية الكريمة: { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } .
وتحول الكلام من الغيبة إلى المواجهة بكاف الخطاب، وهو مناسبة، لأنه لما أثنى على الله فكأنه اقترب وحضر بين يدي الله تعالى؛ فلهذا قال: { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } وفي هذا دليل على أن أول السورة خبر من الله تعالى بالثناء على نفسه الكريمة بجميل صفاته الحسنى، وإرشاد لعباده بأن يثنوا عليه بذلك؛ ولهذا لا تصح صلاة من لم يقل ذلك، وهو قادر عليه، كما جاء في الصحيحين، عن عبادة بن الصامت أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب" . وفي صحيح مسلم، من حديث العلاء بن عبد الرحمن عن أبيه، عن أبي هريرة، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: "يقول الله تعالى: قسمت الصلاة بيني وبين عبدي نصفين، فنصفها لي ونصفها لعبدي، ولعبدي ما سأل، إذا قال العبد: { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } [الفاتحة: 2] قال: حمدني عبدي، وإذا قال: { الرحمن الرحيم } [الفاتحة: 3] قال: أثنى علي عبدي، فإذا قال: { مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } [الفاتحة: 4] قال الله: مجدني عبدي، وإذا قال: { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } [الفاتحة: 5] قال: هذا بيني وبين عبدي ولعبدي ما سأل، فإذا قال: { اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ * صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ } [الفاتحة: 6، 7] قال: هذا لعبدي ولعبدي ما سأل" .وقال الضحاك، عن ابن عباس: { إياك نعبد } يعني: إياك نوحد ونخاف ونرجو يا ربنا لا غيرك { وإياك نستعين } على طاعتك وعلى أمورنا كلها.
وقال قتادة: { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } يأمركم أن تخلصوا له العبادة وأن تستعينوه على أمركم.
وإنما قدم: { إياك نعبد } على { وإياك نستعين } لأن العبادة له هي المقصودة، والاستعانة وسيلة إليها، والاهتمام والحزم هو أن يقدم ما هو الأهم فالأهم، والله أعلم.

REFUNGSIONALISASI Pegawai Kementerian Agama :

Pegawai Kementerian Agama karena status yang disandangnya adalah Tokoh Agama yang harus mampu memainkan peran dari Para Nabi dalam membina mental masyarakatnya,:

1. (Q.S. Fathir : 24) Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran ; sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.

2. (Q.S. Al-Baqoroh : 219) Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.


MISSI PEGAWAI KEMENAG
Pegawai Kemenag adalah Tokoh Agama / Pemimpin Umat yang berfungsi sebagai motivator bagi terwujudnya sebuah tatanan masyarakat yang Beradab, yaitu Struktur Masyarakat yang dibangun berdasarkan Struktur Etis Agama, yang merupakan Misi Al-Islam, yakni :
1. Tauhid,
2. Moderasi,
3. Persamaan,
4. Persaudaraan, dan
5. Moralitas yang luhur.

Tiga hal pokok yang harus selalu dikedepankan oleh Pegawai Kemenag dalam mengupayakan terwujudnya masyarakat yang Maju/Beradab -- sejahtera lahir dan bathin, yaitu : Prinsip Humanisasi (Amar Ma'ruf) , Liberasi (Nahyil Munkar), dan Transendesi (Al-Iman Billah)

Hal ini akan berdampak :
1. Pada wilayah praksis sosiologis akan melahirkan masyarakat yang memiliki keshalehan sosial yang tinggi.
2. Secara praksis fungsional, ia akan dapat mengurangi resistensi konflik, terutama konflik yang mengatasnamakan agama.

Upaya menjadi pemimpin yang amanah
Oleh : wahyupenamasciamis

PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Spesial Memperingati Hari Kartini 2010)

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (النحل: 97)
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ.(ال عمران : 195)

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.


Khusus dalam Rumah Tangga;
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ( البقرة: 228)
……... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.


Sample :
Perempuan Perubah Sejarah ;

1. Siti Khodijah
2. Siti Aisyah ;
Sabda Nabi :
خَذَوا نِصْفَ دِيْنِكُمْ مِنْ هَذِهِ الْحُمَيْرَاءِ يَعْنِىْ عَائِشَةَ
Ambillah setengah pengetahuan agama kalian dari Al-Humaira (yakni Aisyah)

3. As-Syaikhah Syuhrah ; digelari Fakhr al-Nisa (Kebanggaan Perempuan) adalah salah seorang Guru Imam As-Syafi'i
4. Siti Rabi'ah Adawiyah ; Tokoh Sufi terkenal
5. Cut Nyak Dien
6. Dewi Sartika
7. Rd. Ajeng Kartini
8. and soon

by:wahyupenamasciamis

MEMBANGUN MASYARAKAT MADANI (SHALEH DAN BERADAB)

Iftitah
Masyarakat secara etimologi berasal dari bahasa Arab dengan kata dasar syaraka (verb) atau syariek (noun) yang berarti teman. Dan dalam bahasa Inggris kata masyarakat itu sepadan dengan kata Society yang berasal dari kata Socius, artinya bergaul. Jadi, Masyarakat secara kebahasaan dapat diartikan sebagai kelompok orang yang berteman dan bergaul (Taufiq Rahman Dhohiri, dkk.,2004:167)
Sementara itu, dalam terminologi Para Sosiolog, masyarakat berarti kesatuan hidup manusia yang saling berinteraksi menuju sistem adat istiadat tertentu yang bersifat dan diikat oleh suatu rasa identitas bersama. Menurut Marion Levy, untuk membentuk suatu masyarakat diperlukan empat kriteria, yaitu :
1.Kemampuan untuk bertahan melebihi masa hidup seorang individu
2.Rekruitmen anggota melalui reproduksi
3.Kesetiaan pada suatu sistem bersama
4.Adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada
(Kananto Sunanto.,2000:56)

Tipologi Masyarakat (Menurut Al-Qur’an)
Dengan menggunakan definisi masyarakat di atas, menurut Al-Qur’an ada tiga Tipe Masyarakat :1. Tipe Masyarakat Muttaqien (Q.S. 2 : 3-5); 2. Tipe Masyarakat Kafirin (Q.S. 2 : 6-7); 3. Tipe Masyarakat Munafiqin (Q.S. 2 : 8-20)
Tipe Masyarakat yang pertama, yaitu masyarakat muttaqin, adalah tipikal masyarakat yang saleh, sementara dua tipe masyarakat yang disebut belakangan, yakni tipe masyarakat kafirin dan munafiqin bisa dikatakan sebagai tipikal masyarakat yang salah. Pembagian ini merupakan pembagian yang sah dan diakui serta memiliki implikasi yang besar terhadap keadaan suatu komunitas (Sa’id Hawa., 2000 : 7-9).
Deskripsi tipologi masyarakat versi al-Qur’an di atas dapat dipetakan sebagai berikut ini :

1. Tipologi Masyarakat Muttaqin
(Q.S. 2 : 3-5)

Monotheisme
Moralitas
Solidaritas
Taat Hukum
Visioner

2. Tipologi Masyarakat Kafirin
(Q.S. 2 : 6-7)
Paganisme
Hampa Moral
Individualis
Kebal Hukum
Pragmatisme


3. Tipologi Masyarakat Munafiqin
(Q.S. 2 : 8-20)
Hipokrit
Korup
Manipulatif
Patalogis
Destruktif
Arogan
Oportunis

MASYARAKAT MADANI
Dari ketiga Tipe Masyarakat di atas, tipe pertama adalah tipe ideal yang diinginkan Al-Qur'an. Dalam definisi "Negara", idealitas ini teroperasionalkan menjadi "Masyarakat Islam Madani (Sholeh dan Beradab)".
Secara factual historis Masyarakat Islam Madani, yaitu masyarakat Islam yang "rela" berdialog dengan realitas plural dan kemajemukan budaya, telah dibangun oleh Nabi SAW, dan para Sahabatnya di Madinah. Karena pada waktu itu Madinah sudah menjadi sebuah kota yang metropolis dengan berbagai keragaman budaya dan agama. Melalui Piagam Madinah, Nabi SAW, berhasil memperaktekkan struktur-struktur etis bagi terbentuknya masyarakat Islam yang terbuka. Sebab semangat keterbukaan itu merupakan wujud dari rasa keadilan yang diemban oleh umat Islam sebagai Umat Penengah/Ummatan Wasathan (Majid,1992 :132)
Untuk mengetahui struktur-struktur etis yang dipakai pijakan oleh Rasulullah dalam membangun Masyarakat Islam Terbuka, maka kita dapat kembali pada ajaran-ajaran al-Qur'an yang berbicara tentang nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Di antara struktur-struktur etis itu adalah :

a.Tauhid (monotheisme)
a.1. Idioligi pembebasan, sebagaimana yang tercermin dalam kalimat la ilaha illa Allah.
a.2. Tidak ada dominasi atau hegemoni; sebab kekuasaan itu hanya milik Allah (Q.S. 21 : 92)
b.Tawasuth (moderasi) > b.1. Nilai-nilai keadilan
c.Musawah (persamaan) > c.1. Tidak ada stratifikasi dalam aspek rasial
d.Ukhuwah (persaudaraan) > d.1. Ta'awun
e.Moralitas (akhlak) > e.1. Humanis

Dengan struktur etis tersebut di atas "Masyarakat Islam" mendapat pujian dari Allah sebagai umat terbaik (Q.S. 3 : 110), yang dilatarbelakangi dengan tiga alasan penting, yaitu :
1.Ajakan untuk melakukan tradisi Ma'ruf / Humanisasi
2.Upaya untuk melakukan kritik terhadap berbagai ketimpangan social yang telah melembaga menjadi sebuah "kemunkaran" / Liberasi
3.Memiliki kepercayaan yang kuat pada Allah sebagai sumber nilai, yang akan melahirkan kesejatian sikap dari kemuliaan moral /Transendensi.

Kementerian Agama Kab. Ciamis

DAFTAR PENYULUH AGAMA ISLAM
SE-KABUPATEN CIAMIS

No. Nama Jabatan
1 Drs.Maman Suherman Penyuluh Kec.Ciamis
2 Drs.H.Yuyun Rahayu Penyuluh Kec.Sadananya
4 Drs.Harun Kuswana Penyuluh Kec.Cikoneng
5 Yuyup Sujani,S.Ag. Penyuluh Kec.Cijeungjing
6 Elis Sulastri,S.Ag. Penyuluh Kec.Cisaga
7 Drs. Nana Al Husna Penyuluh Kec.Cisaga
8 Drs. Zenal Arifien Penyuluh Kec.Cimaragas
9 Wahyu, S.Ag. Penyuluh Kec.Kawali
10 Sofyan Jauhari,S.Ag. Penyuluh Kec.Panawangan
11 Drs. Rusdiawan Penyuluh Kec.Cipaku
12 Zenal Mudakir,S.Ag. Penyuluh Kec.Panjalu
13 Drs. L i l i Penyuluh Kec.Panumbangan
14 Drs. Dadang Penyuluh Kec.Panumbangan
15 Drs. Ma’turidi Penyuluh Kec.Cihaurbeuti
16 Sholih Anwar,S.Sos.I Penyuluh Kec.Lumbung
17 Holis Mukhlisin,BA. Penyuluh Kec.Baregbeg
18 Dra.Yuyus Yustini Penyuluh Kec.Sindangkasih
19 Ahmad Taufik,BA. Penyuluh Kec.Sukamantri
20 H.Basuni,S.Ag. Penyuluh Kec.Jatinagara
21 Drs.Ahmad Fauzi Penyuluh Kec.Tambaksari
22 Drs.Ateng Agus Asahi Penyuluh Kec.Sukadana
23 Drs.Hasan Penyuluh Kec.Rajadesa
24 Drs.Karsum Arifin Penyuluh Kec.Rancah
25 Nihayah Nihayatul Penyuluh Kec.Purwadadi
26 Drs.Ahmad Solihin Penyuluh Kec.Lakbok
27 Agus Salim,S.Ag. Penyuluh Kec.Langkaplancar
28 Drs.H.Wawan Bunyamin Penyuluh Kec.Pamarican
29 Solehudin,S.Ag. Penyuluh Kec.Banjarsari
30 Ali Ruhyana,BA. Penyuluh Kec.Padaherang
31 Dudung Suharyadi, BA. Penyuluh Kec.Kalipucang
32 Embun Bunyamin,S.Ag. Penyuluh Kec.Parigi
33 M a ‘ m u n, BA. Penyuluh Kec.Cijulang
34 Tatang Tahyan,S.Ag. Penyuluh Kec.Pangandaran
35 Hilman Saefullah,S.Ag. Penyuluh Kec.Cimerak
36 Abdul Gani,S.Ag. Penyuluh Kec.Cigugur
37 Dikdik Manaf ABS, S.Ag Penyuluh Kec.Mangunjaya
38 Asep Supriadi, S.Ag Takmir Masjid
39 Kurnianingsih, S. Ag. Penyuluh Kecamatan Sidamulih
40 Drs. Bubun Bunnyamin Penyuluh Kecamatan Pamarican/Cidolog